Jakarta, Findonews.com – Ramainya berita tentang pelarangan ceramah Fahri Hamzah di masjid UGM membuat para praktisi dan pakar politik memberikan opininya dari sudut pandang masing-masing, seperti tanggapan Pangi Caniago, “Sejak era pemerintahan Jokowi, demokrasi menggalami gelombang balik. Ada trend belakangan sudah semakin feodal dan otoriter dalam menjalankan pemerintahan. Ini era rezim sejak merdeka yang paling banyak rakyat di tangkap.”
Gelombang balik dari demokrasi ke semi otoriter, menurut pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting tersebut. “kadang kadang kita takut dengan militer berkuasa. jangan lupa, sipil berkuasa lebih sadis dari pada dari latar militer berkuasa, mahasiswa gebukin tiap hari, masyarakat yang protes dan kesal dengan pemerintah yang sudah ngak bisa mengendalikan harga kebutuhan pokok, hutang, impor dan listrik yang mahal, akhirnya karena emosi dan ngetik di medsos, masuk jeruji di rezim ini, karena rezim ini lagi baper dan sensitif” tambah Pangi Caniago.
Agak berbeda namun sejalan, Margarito kamis yang juga Pakar Hukum Tata Negara menilai, pelarangan terhadap Pimpinan maupun Anggota DPR berceramah di kampus yang dilakukan pihak Istana, sangat konyol. Mengapa? Karena ekspresi berpendapat adalah hak setiap warga Negara.
“Menurt saya ini tndakan yang sangat konyol, apalagi dilakukan terhadap Pimpinan DPR. Terllau sulit bagi siapapun yang memiliki akal sehat untuk tidak mengatakan dan menyifatkan larang ini sebagai tindakan, yang sekali lagi, sangat sangat konyol,” sebut Margarito dihubungi wartawan, Kamis (23/5/2018).
“Kampus bukan milik Presiden,. Tindakan pelarangan ini jujur, merupakan cara pembodohan secara sistimatis,” sindirnya.
Lalu dari sudut pandang praktisi komunikasi digital, Endy Kurniawan, mengatakan bahwa Pelarangan tatap muka langsung semisal untuk ceramah agama di jaman publik terkoneksi dengan medium digital makin tak relevan. (Pelarangan ceramah Fahri Hamzah) itu hanya bermakna secara politis tapi tidak akan memutus relasi audiens dengan narasumbernya.
“Contoh berbagai larangan terhadap para ustadz belakangan ini tidak bisa menghalangi publik untuk tetap mengikuti isi kajian melalui kanal-kanal digital melalui live streaming di YouTube, Facebook, Instagram dll. Pelarangan itu tidak akan membatasi rambatan narasi. Percuma saja. Audiens masjid paling banyak 500 tapi penonton di kanal Facebook bisa jutaan dalam hanya satu kajian.” Tambah Endy yang juga menjabat staf ahli komunikasi pimpinan DPR RI tersebut.