
Masih Tunggu Kepastian, Izin Freeport Ditahan

Jakarta, Findonews.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan hingga kini belum ada perpanjangan masa operasi PT Freeport Indonesia. Kementerian ESDM menunggu proses divestasi selesai.
Bambang Gatot Ariyono selaku Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan kepastian masa operasi Freeport menunggu proses divestasi selesai. “Kalau belum selesai, (izin perpanjangan) jangan diberikan dulu,” tegasnya.
Divestasi saham merupakan salah satu syarat bagi Freeport mendapatkan perpanjangan masa operasional. Ada hal lainnya yang menjadi pertimbangan dalam memutuskan masa operasional, yakni pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter), perubahan kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan stabilitas investasi.
Karena itu, dia optimistis divestasi 51 persen saham Freeport tetap akan berlangsung dan tidak akan gagal. Alasannya adalah karena antara IUPK dan divestasi saham Freeport jadi satu paket.
Artinya, jika divestasi 51 persen saham Freeport batal, maka pemerintah juga tidak akan memberikan IUPK kepada Freeport. Artinya Freeport harus segera keluar dari Indonesia dan dilarang untuk melakukan eksplorasi lagi.
Freeport sendiri sedang dalam proses penyelesaian dokumen untuk pembangunan smelter di Indonesia. Pembangunan smelter ditargetkan bisa rampung dalam lima tahun kedepan. “Harus menyediakan dalam waktu lima tahun. Tapi sekali lagi sekarang mereka baru selesai dokumen, fisiknya belum,” ucapnya.
Terkait dengan Head of Agreement (HoA) yang ditandatangani beberapa waktu lalu, Bambang mengatakan, meskipun HoA ini bukan merupakan suatu ikatan legal bagi Freeport McMoRan maupun pemerintah, namun ada unsur moral yang harus dipenuhi oleh keduanya. “Dalam bisnis internasional HoA biasa. Karena di situ diatur untuk menuju transaksinya bagaimana, harganya bagaimana. Memang caranya harus begitu, kalau tidak diatur duluan bagaimana,” ujarnya.
Rendi Witular, Head of Corporate Communications & Government Relations PT Inalum mengatakan, perseroan akan menyelesaikan pembelian hak partisipasi Rio Tinto di Freeport. Apabila hak partisipasi Rio Tinto yang sebesar 40 persen itu tidak diselesaikan, maka pendapatan negara akan jauh berkurang.
“Masalah Rio Tinto ini pelik. Selama ini ada yang bilang harga kemahalan. Komposisi pendapatan itu tidak seperti yang selama ini diketahui publik,” ujarnya.
Menurut Rendi, ketiga belah pihak, yaitu Inalum, Freeport-McMoRan, dan Rio Tinto telah sepakat untuk melakukan konversi hak partisipasi menjadi saham. Tidak ada lagi negosiasi. “Konversi saham itu harusnya setara dengan 40 persen hak partisipasi Rio Tinto,” jelas Rendi.
Inalum masih harus melewati tiga perjanjian lagi untuk sampai peralihan saham. Ketiga perjanjian itu adalah Exchange Agreement yang meliputi ketiga pihak. Kemudian Stakeholder Agreement antara PT Inalum dan Freeport McMoRan dan Purchase and Sale Agreement . Rendi optimistis semua perjanjian itu bisa segera selesai.(zaa)