
Kerap mengalami gangguan yang masuk melalui telepon, chat messenger ataupun media sosial dari orang yang tak dikenal? Itulah yang terjadi akibat data pengguna berbagai layanan kita tak terlindungi. Data konsumen perbankan, pengguna layanan bernilai tambah (VAS, Value Added Services) telekomunikasi bersliweran dan diperjuabelikan secara bebas. Padahal, data Pribadi adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi. Kabar baiknya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) pada 24 Januari 2020. Artinya, RUU akan segera dibahas di DPR untuk disahkan.
Dari RUU yang telah diusulkan pemerintah itu, jenis-jenis data pribadi dalam Bab II pasal 3 ayat (1) RUU PDP disebutkan terbagi dua yaitu data pribadi yang bersifat umum dan data pribadi yang bersifat spesifik. Data Pribadi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama dan/atau Data Pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang. Sedangkan Data Pribadi yang bersifat spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi data dan informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, kehidupan/orientasi seksual, pandangan politik, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi, dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
RUU PDP juga mengenakan sanksi atas pelanggaran data pribadi. Pelaku yang mengungkapkan atau menggunakan data pribadi yang bukan miliknya secara melawan hukum akan dikenakan pidana penjara tujuh tahun atau denda maksimal Rp 70 miliar. Di sisi pengguna layanan media sosial, RUU PDP mengatur pengguna media sosial minimal berusia 17 tahun, dan jika berusia dibawah itu harus mendapatkan persetujuan penggunaan dari orang tua. Kabarnya, akan ada mekanisme yang mengatur keterlibatan orang tua ketika mereka melakukan persetujuan. Batasan usia ini merupakan adopsi dari GDPR, yaitu UU Perlindungan Data Pribadi yang diterapkan di Uni Eropa untuk melindungi anak dibawah umur dari konten yang tidak pantas, pornografi dan kejahatan Saiber.
Seiring menyeruaknya isu keamanan data yang gara-gara ketentuan privasi baru yang diterapkan oleh Whatsapp beberapa waktu lalu, publik makin resah karena data dirinya makin ‘telanjang’. Selain kemungkinan dikumpulkan, penyedia layanan – tanpa regulasi – bisa memperjual-belikan data konsumennya. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, RUU PDP bakal jadi kerangka regulasi tentang perlindungan data pribadi. Menurut Semuel, saat ini pengaturan tentang perlindungan data pribadi masih terpisah-pisah dan tercecer setidaknya di 32 undang-undang, serta bersifat sektoral.
Semuel menjelaskan, RUU PDP mengakui hak pemilik data pribadi sebagai hak asasi. Selain itu, RUU PDP juga mengatur keseimbangan hak dan kewajiban antara pemilik data dan pengendali data. Disebutkan, RUU PDP yang dibahas pemerintah bersama DPR bakal dibuat setara dengan UU tentang perlindungan data pribadi negara-negara lain. Menurutnya, sudah ada sekitar 130 negara di dunia yang memiliki UU tentang perlindungan data pribadi.
Dikutip dari Kompas.com, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan bahwa ada sejumlah agenda strategis yang akan diselesaikan DPR dalam Masa Persidangan II. Salah satu agenda strategis itu adalah menyelesaikan pembahasan RUU Pelindungan Data dan Informasi Pribadi (PDP). “Pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2020-2021 ini, DPR akan selesaikan pembahasan sejumlah RUU pada Pembicaraan Tingkat I,” kata Puan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Kita tunggu hasil kerja bersama pemerintah dan DPR! (e*)